Selasa, 14 Juli 2009

agropolitan untuk daerah suburban

Perkembangan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat akan diikuti oleh kebutuhan ruang/lahan terutama utuk memenuhi kebutuhan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Dampak dari ketersediaan lahan yang sangat terbatas maka terdapat kecenderungan perkembangan kota bergeser ke kawasan pinggiran kota (sub urban) dengan lahan yang masih luas dan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan harga tanah di daerah urban. Dampak dari perkembangan kota jelas menyebabkan semakin berkurangnya lahan pertanian pada daerah penyangga yang tentunya akan berdampak negatiF bagi kota itu sendiri karena kemampuan daerah penyangga untuk memenuhi kebutuhan kota semakin berkurang. Melihat kejadian tersebut kiranya perlu adanya upaya mempertahankan semua potensi yang ada di daerah penyangga dengan tanpa menghalangi laju perkembangannya.

Konsep Agropolitan dikembangkan sebagai siasat baru pembangunan daerah karena konsep Growth Pole yang diaplikasikan mulai tahun 1970 an dinilai justru memperlebar ketimpangan antara kota dan desa. Efek penjalaran pertumbuhan (spread effect) yang diperkirakan terjadi oleh Myrdal dan Efek Penetesan (trickling down effect) yang diramalkan oleh Hirshman ternyata jauh lebih kecil dibandingkan Back Wash Effect dan Polarization yang mengakibatkan aliran ke pusat jauh lebih besar daripada aliran ke desa. Akibatnya dikotomi kota dan desa justru semakin lebar, perbedaan antara si kaya dan si miskin juga semakin lebar. Terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran dari desa ke kota-kota besar (urbanisasi).

Menyadari kegagalan ini Friedmann & Mike Douglass mengembangkan pendekatan baru yang lebih berlandaskan basic needs dan focus pembangunan ada di pedesaan melalui pengembangan Agropolitan. Agropolitan adalah kota pertanian (agro = pertanian, politan = kota) atau kota di daerah lahan pertanian. Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistim dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agrobisnis) di wilayah sekitarnya.

Apabila kita pelajari sejarah perkembangan kota-kota di Indonesia sebagian besar kota besar, menengah dan kecil tumbuh dan berkembang dengan dukungan kegiatan pertanian di wilayah hinterland nya. Kota Bandung, Bogor , Malang , Cianjur, Garut dan lain-lain semuanya tumbuh karena dukungan kegiatan pertanian dan hinterlandnya. Sedikit berbeda dengan Jakarta , Semarang , Surabaya , Cirebon yang tumbuh karena adanya pelabuhan dan industri sebagai leading sector nya. Celakanya industri yang tumbuh dan berkembang bukannya industri yang raw material oriented dengan kata lain yang memperhatikan potensi sumberdaya setempat, tetapi justru industri yang padat modal dan membutuhkan tenaga-tenaga terampil yang tidak seirama/sesuai dengan tenaga terampil yang tersedia di sekitar lokasi tersebut.

Secara teoritis pertumbuhan wilayah dimungkinkan apabila terjadi pertumbuhan modal yang bertumpu pada pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya modal dan sumberdaya lingkungan. Selanjutnya pengembangan sumberdaya, tersebut akan menimbulkan arus barang sebagai salah satu gejala pertumbuhan ekonomi.

Mencermati semua fakta dan uraian di atas nampaknya konsep agropolitan cocok untuk dijadikan salah satu alternatif dalam pengembangan wilayah Kecamatan Gambut dan sekitarnya. Kecamatan Gambut merupakan daerah sub urban yang mempunyai potensi besar di bidang pertanian dan menyandang status sebagai lumbung padi untuk daerah-daerah di Propinsi Kalimantan Selatan. Wilayah Gambut dan sekitarnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi agropolitan dengan hinterlandnya adalah desa-desa yang ada disekitarnya baik yang ada dalam wilayah Kecamatan Gambut maupun Kecamatan Lainnya.

Fenomena urbanisasi dan sub urbanisasi merupakan hal yang akan menjadi penyebab kegagalan konsep agropolitan karena semakin banyak jumlah penduduk yang masuk akan semakin mengurangi lahan pertanian, untuk mencegah hal tersebut perlu adanya tindakan yang serius dalam mempertahankan pemanfaatan ruang yang telah digariskan dalam tata ruang wilayah sehingga lahan pertanian tidak berubah fungsi. Konsep pengembangan wilayah pemukiman terutama dalam hal tata bangunan yang sesuai untuk agropolitan adalah dengan menbangun pemukiman secara vertikal (bangunan bertingkat) yang tentunya lebih menghemat lahan. Gambaran tentang keadaan fisik agropolitan adalah sebuah kota dimana dengan ciri fisik bangunan bertingkat, dengan struktur tata ruang dimana wilayah non pertanian (terutama pemukiman dan industri) letaknya berbatasan dengan jalan hingga batas tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku sampai dengan wilayah pertanian

Yang perlu diupayakan ialah bagaimana agar industri yang berkembang di Agropolitan ialah industri yang mempunyai kaitan kedepan (forward linkage) dan kaitan kebelakang (backward linkage) dengan kegiatan pertanian yang dikembangkan di hinterlandnya, yaitu dengan membangun industri yang mengolah hasil pertanian dari daerah hinterlandnya, sementara pemerintah pusat/propinsi memberi dukungan melalui pelatihan bagi petani, dukungan pemasaran dan informasi. Setiap kawasan tentunya dikembangkan dengan spesifikasinya sendiri (1 Agropolitan dengan 1 komoditi unggulan). Pembangunan suatu daerah jangan meniru (blue print) dari daerah lain yang sudah berhasil. Tetapi setiap daerah harus mempunyai komoditi unggulan atau karakter tersendiri.

Sebagai bagian akhir dari tulisan ini perlu diketahui bahwa pemahaman mengenai konsep agropolitan hendaknya tidak perlu terpaku pada definisi atau pengertian tentang kota dan desa, dimana dari sekian banyak pengertian kota dan desa yang berasal dari berbagai aspek atau sudut pandang salah satunya adalah mendefinisikan kota sebagai suatu wilayah yang aktivitas penduduknya tidak dibidang agraris (pertanian), hal ini tentu bertolak belakang dengan agropolitan yang aktivitas dari mayoritas warganya adalah di bidang pertanian, hal ini mungkin akan menimbulkan pertanyaan apakah wilayah agropolitan merupakan wilayah perkotaan atau perdesaan? diskusi untuk menjawab pertanyaan itu tidaklah penting karena yang lebih penting adalah bagaimana cara mewujudkan agropolitan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tidak ada komentar: