Selasa, 14 Juli 2009

suburbanisasi

(gambar lalu lintas di daerah suburban)
Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa maksud dari judul di atas adalah perpindahan penduduk dari kota maupun desa ke daerah pinggiran kota yang sering disebut dengan istilah asing suburban, seperti halnya urbanisasi yang oleh kebanyakan masyarakat di definisikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota, hal ini dijelaskan lebih dahulu mengingat adanya beberapa pendapat tentang definisi urbanisasi yang tentunya akan berkaitan dengan suburbanisasi diantaranya adalah sebagai berikut : Pengertian urbanisasi sudah umum diketahui oleh mereka yang banyak bergelut di bidang kependudukan, khususnya mobilitas penduduk. Namun demikian, mereka yang awam dengan ilmu kependudukan sering kali kurang tepat dalam memakai istilah tersebut. Dalam pengertian yang sesungguhnya, urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan mereka yang awam dengan ilmu kependudukan seringkali mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota . Padahal perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses urbanisasi, di samping penyebab-penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, dan semacamnya itu. (Prijono Tjiptoherijanto, Guru Besar Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia )
Geliat pembangunan kawasan suburban (Salah satu contoh Kertak Hanyar-Gambut) belakangan ini sangat terasa, dimana disepanjang jalan arteri semakin tumbuh menjamur bangunan-bangunan baik untuk industri, pergudangan, permukiman maupun yang lainnya. Semakin terbatasnya lahan pada kota utama ( Banjarmasin ) menyebabkan penduduk kota lebih memilih tinggal di kawasan suburban. Harga lahan yang relatif rendah juga menjadi faktor pendorong penduduk kota untuk membangun rumah atau industri yang kemudian tinggal di kawasan suburban.
Salah satu dari teori klasik dan neo klasik tentang urbanisasi adalah Teori-teori demografis tentang urbanisasi dan migrasi. Teori-teori ini didominasi oleh model faktor pendorong-penarik, yang memandang kota sebagai faktor penarik sedangkan desa sebagai faktor pendorong. Teori-teori ini cenderung berifat deskriptif-analitis, yang terbatas pada framework demografis. Ditinjau dari model faktor pendorong-penarik suburbanisasi merupakan kontra urbanisasi bila tinjauan terbatas hanya pada masalah ketersediaan lahan, terutama lahan untuk pemukiman dan industri. Fenomena suburbanisasi di Indonesia salah satu ciri dari globalisasi pada kawasan suburban. Faktor-faktor pendorongnya merupakan kombinasi dari kekuatan politik ekonomi yang bergerak yang bergerak pada tataran makro hingga mikro. Hal ini kemudian berdampak pada perkembangan penggunaan lahan kota dan pola interaksi dari aktivitas yang belangsung di atasnya dan pada sisi lain terjadi peningkatan eksploitasi lahan terutama konversi lahan pertanian produktif maupun kawasan konservasi dan perluasan kerusakan ekosistim lokal. Karakteristik suburbanisasi kota-kota di Indonesia umumnya sama yaitu dicirikan oleh faktor tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk pada kota utama sehingga mengakibatkan adanya perkembangan perumahan di wilayah suburban baik skala kecil, menengah atau besar yang biasanya sangat tergantung pada jumlah penduduk kota utama dan perkembangan kawasan industri di wilayah suburban. Bahasa penyampaian secara sederhana dengan kalimat yang jelas, ringkas dan mudah untuk dimengerti semua masyarakat tentang faktor-faktor penyebab suburbanisasi adalah :
1. Semakin menyempit dan mahalnya harga lahan di Banjarmasin dan meningkatnya penjualan lahan di kawasan suburban.
2. Peningkatan permintaan perumahan bagi masyarakat disemua golongan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk kota Banjarmasin .
3. Adanya perluasan jaringan transportasi (jalan lingkar) yang merupakan faktor penarik bagi tumbuhnya bangunan baik untuk perumahan, industri atau yang lainnya.
Dampak suburbanisasi bagi kota utama adalah dapat membantu pengendalian jumlah penduduk walaupun hasilnya tidak signifikan, sedangkan bagi wilayah suburban sendiri adalah sangat menunjang bagi usaha percepatan perkembangan wilayah. Karena pembangunan suatu wilayah tetap mengacu pada penduduk atau masyarakat sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan . Dengan demikian, suburbanisasi seperti halnya urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat. Namun demikian mekanisme perkembangan kota/wilayah yang terjadi selama ini sering tanpa kendali terutama perkembangan kawasan perkotaan di kawasan pinggiran (sub urban) yang ditujukkan melalui fenomena urban sprawl yaitu fenomena perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi di kawasan pinggiran secara tidak teratur dan meloncat-loncat. Urban sprawl terjadi karena lahan di perkotaan semakin langka dan mahal sehingga terjadi kecenderungan penduduk perkotaan memilih bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota (sub urban), tetapi konversi lahan yang terjadi tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang sehingga perkembangan perumahan di wilayah pinggiran cenderung mengikuti jaringan jalan yang sudah ada sehingga tidak tersebar secara merata dan bersifat meloncat. Akibatnya terjadilah kantong-kantong permukiman yang mengindikasikan gejala urban sprawl, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan sarana dan prasarana serta ketidakefisienan penyediaan sarana dan prasarana. Lebih jauh lagi adalah terjadinya kemacetan lalu lintas karena pola arus pergerakan periodik antara daerah pinggiran dan pusat kota (Hornby & Jones, 1991).
Hal yang harus dilakukan dalam perencanaan pembangunan kawasan suburban adalah mempelajari dan menghindari kesalahan-kesalahan perencanaan pembangunan pada kota utama yang meliputi aspek tata ruang, aspek transportasi, aspek industri dan aspek perumahan. Bentuk-bentuk pelanggaran dalam pemanfaatan ruang perkotaan biasanya berupa :P emanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang atau penggunaan lahan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Pemanfaatan sesuai dengan fungsi ruang tetapi luasan tidak sesuai dengan ketentuan dalam RTRW. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang, tetapi kondisi teknis pemanfaatan ruang (bangunan, proporsi pemanfaatan, dan lain-lain) tidak sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan dalam RTRW. Pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi bentuk atau pola pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam RTRW.

Tidak ada komentar: